Media Sosial, Dosa Besar dan Dosa Jariyah

Minggu 13 Oktober 2019, 15:53, Central Library KKU.

Terdengar agak sedikit aneh sepertinya judul di atas terutama terkait dengan bagian dosa jariyah. Apa itu dosa jariyah? Kita terbiasa mendengar amal jariyah bukan dosa jariyah. Saya menggunakan kata dosa jariyah hanya sebagai istilah saja.

Pada jaman dahulu alat komunikasi paling tajam adalah lidah. Tetapi sekarang alat komunikasi paling tajam adalah media sosial.

Media sosial saat ini sudah seperti mesin chainsaw, mesin pemotong kayu, yang tajam bagian atas dan bawah. Layaknya mesin pemotong kayu, media sosial akan tumpul ketika mesinnya rusak, yaitu ketika tidak ada sinyal internet. Media sosial akan sangat tajam manfaatnya mulai dari untuk belajar, mencari informasi, sampai dengan berkomunikasi. Sayangnya, mudharat media sosial juga sangat tajam. Dapat melukai diri, melukai hati, bahkan membunuh penggunanya.

Aksi Provokatif di Media Sosial
Pada jaman dulu, keributan dan kerusuhan biasanya terjadi akibat juluran lidah. Satu sekolah dan sekolah yang lain bisa tawuran hanya karena ejekan lewat lidah. Begitupun kerusuhan di desa maupun masyarakat.  Ejekan melalui juluran lidah sangat terbatas dengan jarak. Provokasinya hanya akan menjadi keributan jika terlihat oleh orang lain. Ya...berapalah jangkauan ejekan lewat juluran lidah ini, paling-paling hanya satu desa. Itupun jika si pengejek berlidah panjang. Ha....ha...ha....

Berbeda dengan jaman sekarang, media sosial menjadi pengganti lidah yang memiliki ukuran panjang, lebar, luas, dan volume yang tidak terbatas. Kita bahkan tidak bisa menggunakan standar skala peta untuk menggambarkan luasan area media sosial. Selama sinyal masih bertebaran di dunia ini, maka selama itu pulalah media sosial akan semakin meluas. Karena luasnya jangkauan media sosial, maka jalannya informasi juga akan semakin cepat. Celakanya hal ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk merusak perdamaian di negeri ini. Karena kurangnya literasi, alhasil banyak dari kita yang mudah percaya dengan berita-berita provokatif itu.

Alat utama penyebar hoaks
Entah ini sebuah realita atau sebuah hoaks, sampai saat ini masih banyak orang yang menelan mentah mentah sebuah informasi. Belum sempat kita mencerna kebenaran sebuah informasi, kabar hoaks sudah terlebih dahulu menghampiri kita. Para penyebar hoaks sangat peka dengan realita ini. Dengan kepekaaan itulah peredaran hoaks semakin bertambah.

Uniknya, pemakan berita hoaks terbanyak bukan berasal dari kalangan orang-orang "tradisional", justru berasal dari kalangan orang-orang modern dan milenial yang akrab dengan media sosial. Orang-orang "tradisional" yang memperoleh berita "belakangan" justru relatif lebih aman karena berita yang mereka dapat dari televisi atau koran sudah memperoleh klarifikasi dari berbagai pihak dan sudah bersih dari hal-hal bersifat provokatif. Berbeda dengan kaum modern dan milenial. Kebiasaan like, comment, share berita viral membuat mereka cenderung buta. Mengapa mereka tidak melakukan tabayyun (konfirmasi) terlebih dahulu? Mungkin pikiran dan literasi mereka yang tradisional kali ya? Sehingga semakin ke sini media sosial semakin menjadi media penyebaran hoaks yang mengerikan.

Media sosial, dosa besar, dan dosa jariyah
Apakah aksi provokasi yang berujung dengan kerusuhan itu termasuk dosa besar?

Apakah menyebarkan berita hoaks yang berujung pada negatif thinking itu termasuk dosa besar?

Sejatinya, itu termasuk dosa besar. Bukan dosa media sosialnya, tetapi dosa pengguna media sosialnya. Hanya dengan satu berita provokatif saja bisa mengguncangkan dunia ini bahkan membunuh banyak jiwa. Dengan satu saja pernyataan hoaks bisa mengubah pandangan orang dari yang baik menjadi buruk.

Lantas kenapa saya sebut sebagai dosa jariyah (tidak terputus)? Saya beri perumpamaan sebagai berikut :

"Si A memiliki akun Facebook dan menyebar berita hoaks. Berita itu lantas mendapat ribuan like dan dishare hingga ratusan orang. Tiba-tiba si A sakit dan keesokan harinya dia meninggal dunia. Password akunnya tidak ada seorangpun yang tahu sehingga tidak bisa dihapus". Artinya berita hoaks itu akan masih ada, sedangkan pembuat beritanya sudah mati.

Berita hoaks yang masih tersebar dan menjalar akan menjadi dosa jariyah (tak terputus) hingga hari kiamat tiba. Ya...mau bagaimana lagi, selama akun itu tidak bisa dihapus oleh orang lain, dosanya akan terus bertambah. Google dan Facebook mana tahu si A tadi sudah mati. Facebook hanya tahu hari ulang tahun dan kenang-kenangan si A!

Taubat dari media sosial
Bagaimana cara menghapus dosa besar? Jalan terbaik adalah taubat. Taubat berarti meninggalkan semua keburukan dan tidak mengulanginya lagi. Lalu bagaimana taubat dari media sosial? Tidak realistis rasanya meninggalkan media sosial secara total. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan tidak langsung percaya dengan berita negatif serta tidak langsung share.

Bagaimana agar kita tidak langsung percaya? Lagi-lagi butuh literasi serta long life education. Semakin banyak wawasan seseorang, semakin susah dipengaruhi. Wajar, karena pijakannya adalah data, fakta, dan pengalaman. Sebaliknya, semakin rendah wawasan semakin cepat kita percaya. Kita tidak akan tahu apakah itu fakta atau hoaks jika kita tidak mempunyai ilmu dan wawasan tentangnya. Jika kita berada pada posisi "rendah wawasan", jalan terbaik adalah dengan tidak menyebarkannya.

Akan sangat baik jika setiap postingan di media sosial melalui tahapan cek dan ricek terlebih dahulu. Memang terkesan agak rumit karena hoaks itu juga rumit. Cara yang tidak rumit bagaimana? Tentu saja dengan meninggalkan media sosial seutuhnya. Simpel tetapi agaknya melanggar kenyataan....ha....ha....ha....

Sejatinya, peran hidayah Tuhan akan memudahkan taubat. Maka dari itu, jangan keraskan hati kita dengan dosa. Mari asah media sosial agar tetap positif dan tajam dalam kebaikan.

Comments

  1. I lost my bitcoin to fake (blockchain) impostors on Facebook, they contacted me as blockchain official support and i fell stupidly for their mischievous act, this made them gain access into my blockchain wallet whereby 7.0938 btc was stolen from my wallet in total .I was almost in a comma and dumbfounded because this was all my savings i relied on . Then I made a research online and found a recovery expert , with the contact address- wizardcyprushacker@gmail.com WhatsApp +1 (424) 209-7204

    I wrote directly to the specialist explaining my loss. Hence, he helped me recover my bitcoin just after 2 days he helped me launch the recovery program , and the culprits were identified as well , all thanks to his expertise . I hope I have been able to help someone as well.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts